Informasi & Tips

Informasi & Tips

Minggu, 27 Januari 2013

Pengertian E-commerce menurut para ahli

  • Menurut Mariza Arfina dan Robert Marpaung e-commerce atau yang lebih dikenal dengan e-com dapat diartikan sebagai suatu cara berbelanja atau berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas Internet dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan "get and deliver" (http://r-marpaung.tripod.com/ElectronicCommerce.doc diakses tanggal 22 April 2007).  
  • Menurut David Baum, pengertian e-commerce adalah: “E-Commerce is a dynamic set of technologies, applications, and business process that link enterprise, consumers, and communities through electronic transactions and the electronic exchange of goods, services, and information”. E-Commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik (David Baum dalam Onno W. Purbo, 2000 : 2). 
  • Roger Clarke dalam “Electronic Commerce Definitions” menyatakan bahwa e-commerce adalah “The conduct of commerce in goods and services, with the assistance of  telecomunications and telecomunications-based tools”  (e-commerce adalah tata cara perdagangan barang dan jasa yang menggunakan media telekomunikasi dan telekomunikasi sebagai alat bantunya) (http://www.anu.edu.au/people/Roger.Clarke/ EC/ECDefns.html, diakses tanggal 22 April 2007)

Pengertian e-Banking (Elektronik Banking)

E-banking dapat di definisikan sebagai jasa dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi interaktif. E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, laptop, PDA, ATM, atau telefon. Marilah kita pelajari satu persatu saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia sebagai berikut :
1. Internet Banking, ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
2. SMS/m-Banking, saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan sms, kecuali pada bank yang melakukan kerjasama dengan operator seluler, menyediakan akses banking menu – Sim Tool Kit (STK) pada simcardnya.
3. Phone Banking, ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
4. ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri, ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking, kini pilihan ada di tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat tidak semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank pintar kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.

Sabtu, 26 Januari 2013

Belajar Sukses Bisnis dari Kehidupan

Erik Arianto
Owner Erik Kaktus Indonesia, Trainer dan Pembicara Muda Life Center Indonesia & Focus Persada
Salah satu hukum bisnis menyatakan bahwa kualitas keuntungan tidak ditentukan oleh kuantitas aktivitas bisnis. Tapi justru oleh kualitas transaksi. Karena, tidak sedikit orang menciptakan banyak transaksi, namun kualitas keuntungan yang didapat tak sebanyak jumlah transaksi yang diciptakan. Padahal apa yang kita inginkan adalah transaksi sebanyak mungkin dengan keuntungan sebesar mungkin.
Transaksi adalah pelaksanaan keputusan dealing tentang tawaran yang kita setujui dan tawaran yang kita ajukan. Selanjutnya transaksi menciptakan harga (price of value).
Pada dasarnya semua orang sudah ditakdirkan hidup dengan ‘business of selling’. Terlepas apakah ia pengusaha atau orang biasa. Karena takdir itulah, maka sebagian hukum alam yang mengatur kehidupan ini adalah hukum untung rugi.
Dalam menyikapi hukum, diperlukan kepemilikan sikap mental pengusaha (the entrepreneurship mental attitude). Atau sosok yang bermentalitas ‘creating‘ dan bertanggungjawab atas resiko keputusan yang diambil, serta menerima resiko sebagai pemilik.
Terlepas dari job title yang Anda sandang saat ini, maka Anda adalah pengusaha dalam setiap keputusan yang Anda ambil. Karena Andalah yang akan merasakan rugi dan untungnya. Dan setiap saat kita pasti menciptakan transaksi dari tawaran kehidupan.
Hanya saja yang sering membuat kita menderita kerugian, adalah keputusan transaksi yang tidak didukung oleh mentalitas pengusaha. Banyak sekali komoditas peristiwa hidup yang ditawarkan, tapi tidak kita ciptakan transaksi yang bertanggungjawab untuk memiliki keuntungan dari kerugian atau dari keuntungan.
Walhasil, kita lebih sering menjadi pengusaha yang rugi. Contoh paling ril adalah kegagalan. Baik terjadi pada diri orang lain dan kita, atau disebabkan oleh orang lain atau kesalahan kita sendiri.
Sebenarnya, peristiwa ini adalah komoditas yang ditawarkan oleh kehidupan. Kegagalan yang kita alami, sangat mungkin menjadikan kita rugi atau untung. Banyak pengusaha yang bisa menjadikan kegagalan sebagai the moment of truth untuk membangun keuntungan. Sebaliknya, tak sedikit yang justru menjadikan kegagalan hanya sebagai kegagalan, komoditas yang merugikan.

Watak Tawaran
Tawaran bisnis memiliki dua watak yang menonjol: menarik (to attract), dan mendorong (to push). Kalau Anda pergi ke mal, maka semua komoditas yang dijajakan sudah didesain menarik dan punya daya tarik untuk menggoda kantong Anda. Demikian juga ketika Anda mengunjungi lokasi pasar kaki lima (tradisional).
Meski teknik penjajaan komoditas di pasar tradisional tidak didesain semenarik mal, tapi teknik rayuan hingga gertakan pedagang, dapat mendorong Anda untuk membeli. Bahkan membuat diri Anda seakan-akan bersalah kalau tidak membeli tawarannya.
Tidak berbeda dengan komoditas hidup yang ditawarkan kepada Anda. Baik orang pintar atau orang bodoh, bawahan atau atasan, terhina atau terhormat, pasti mendapatkan peristiwa yang sama. Kegagalan, tantangan, dan kesulitan adalah tawaran yang menarik/mendorong semua orang untuk berpikir negatif dan tidak mau bertanggung jawab apalagi memilikinya. Seakan menjadi aib yang memalukan.
Perbedaannya adalah, apakah Anda akan menjadikan semua peristiwa yang tidak diinginkan itu sebagai tawaran yang perlu diciptakan transaksi? Atau Anda akan membayar langsung?
Ketika Anda membayar langsung hanya karena dorongan (being pushed), atau terkesima oleh godaan daya tarik (being attracted), maka kemungkinan paling dekat adalah Anda tidak puas, atau Anda baru bisa mengakui barang yang Anda beli tanpa transaksi itu berguna setelah barang itu lusuh. Orang terkadang baru sadar, ternyata peristiwa yang tidak diinginkan bisa berguna setelah peristiwa menelan banyak pengorbanan alias lusuh.

Penyebab Kerugian
Meskipun dunia ini terus berubah, tapi tidak berbeda dalam satu hal: terjadi perbandingan yang tidak seimbang antara jumlah populasi dunia yang beruntung dan merugi. Survei yang diadakan Hartford Company menemukan bahwa dari 100 orang ternyata tidak mencapai 20 orang yang dikategorikan beruntung.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan kerugian transaksi kehidupan disebabkan oleh hal-hal berikut:
1.Tidak tahu harga/nilai komoditas
Pengusaha yang tidak tahu nilai komoditas akan membuat usahanya tidak untung, atau salah menilai harga jual-beli komoditas.
2.Tidak tahu Indeks Pasar
Supaya transaksi bisa untung, perlu dukungan data, informasi, pengetahuan dan pemahaman tentang harga yang berlaku bagi komoditas tertentu di pasaran. Demikian juga dengan diri kita.
Komoditas itu bisa bernilai tinggi sehingga layak disebut aset utama tetapi ada yang bernilai lebih rendah dari komoditas yang dimiliki oleh hewan.
3.Tidak menguasai hal teknis
Transaksi, baik dalam bisnis apalagi transaksi harga peristiwa kehidupan, membutuhkan penguasaan teknis. Mungkin bentuknya sangat variatif.
Ibarat seorang sopir. Kalau hanya jasadnya yang mengendalikan kendaraan, maka armada secanggih apapun tak akan bisa membantunya menghindar dari tabrakan.
Demikian pula dengan hidup kita. Yang menentukan pada akhirnya bukan atribut eksternal, tetapi murni diri kita sendiri.
Gergaji Kesuksesan
Supaya bisa menciptakan transaksi yang menguntungkan, pembelajaran hidup yang perlu dijalani adalah seperti dikatakan Covey: mengasah gergaji. Apa saja yang harus Anda asah? Berikut ini urainnya:
1. Kepercayaan Diri
Pengusaha yang untung dalam menciptakan transaksi umumnya cakap dalam mengungkap keunggulan komoditas setinggi-tingginya, sehingga orang lain percaya. Tapi, kecakapan itu bukan peristiwa dadakan (dramatic event), melainkan keahlian yang diasah untuk menemukan keunggulan diri (negotiation skill), dan pengetahuan menyeluruh tentang konstelasi komoditas.
Ketika Anda menerima peristiwa hidup yang tidak diinginkan, maka untung-rugi sebuah transaksi ditentukan oleh sejauh mana Anda percaya bahwa peristiwa itu berharga, dan bahwa nilai yang dikandung di dalamnya bisa Anda gunakan. Kalau Anda tidak tahu harga dan tidak tahu kegunaanya (keunggulan) maka tawaran yang Anda lakukan tidak akurat alias banyak melesetnya.
2.Mentalitas
Belajar pada teori militer, sensitivitas diri seorang prajurit dibentuk dengan menggembleng doktrin yang membuatnya merasa “be” (menjadi). Ketika sudah merasa menjadi, maka gampang untuk “know”, lalu menjalankan “do”.
Demikian pula dengan doktrin pengusaha. Pertama kali adalah tanggung jawab atas resiko, kedua menerima resiko itu dengan rasa memiliki.
3. Kendali
Gergaji ini berfungsi untuk menjalani proses mengasah secara terus menerus. Kalau harus berhenti, niatkan hanya untuk istirahat, bukan meninggalkan. Begitu Anda mendapat stimuli merugikan, segeralah kembali pada predikat pengusaha dengan misi yang Anda emban.
Tanpa mengasah secara terus menerus, maka perubahan nilai komoditas, indek pasar dan penguasaan tehnis yang Anda miliki, akan tertinggal perubahan dunia. Karena tumpul, akibatnya bisa membuat Anda tidak ‘pede’ lagi ketika tawaran transaksi muncul.
Kesuksesan, seperti kata orang, tidak sebagaimana jalan tol, melainkan tangga. Kalau Anda sudah berhasil menapaki tangga pertama, logikanya Anda berpotensi kuat untuk menaiki tangga kedua, ketiga dan seterusnya. Demikian pula, jika Anda sudah bisa menghasilkan keuntungan sedikit, Anda pun punya potensi diri dan peluang untuk menciptakan transaksi dengan keuntungan banyak, walau tidak langsung.

 

 

Langkah Awal Memulai Bisnis


AR Junaedi
Pengelola bisnis ritel busana dan transportasi internasional, tinggal di Jakarta.
Suatu ketika, Ria, seorang mahasiswi tingkat akhir dan sebentar lagi lulus di salah satu universitas ibokota, berkonsultasi kepada saya melalui blog pribadi saya. “Bapak, saya sangat termotivasi dan ingin membuka usaha. Karena menurut saya, bidang ini adalah yang terbaik daripada saya susah2 mencari kerja. Dari dulu, saya punya mimpi suatu saat saya ingin menciptakan lapangan kerja untuk orang-orang di sekitar saya. Dan jawabannya saya temukan, yaitu dengan merintis usaha. Tapi, saya saat ini masih belum percaya diri dan punya cukup keberanian untuk memulainya. Mengingat saya juga masih akan memulai terjun di dunia kerja.”
Senang sekali mendengar mengakuan tulus seorang mahasiswa yang ingin memulai usaha sendiri, di kala banyak teman-temannya justru berebut ingin menjadi karyawan. Walau memang, tak ada yang salah dengan karyawan, tapi saat ini Indonesia justru sedang butuh lahirnya banyak entrepreneur untuk menguatkan kemandirian bangsa ini.
Untuk menjawab pertanyaan Ria di atas, hal apa yang harus dipersiapkan untuk merintis usaha? Jawaban simpel: Mulai saja! Ya, mulai saja. Biasanya, kalau kita memikirkan persiapan, akan semakin lama kita akan dapat memulai sesuatu. Bukankah kita memang paling ahli untuk menunda dengan beribu alasan yang menurut kita masuk akal?
Karenanya, tak perlu menunggu mental kuat untuk melangkah. Karena mental justru akan terasah ketika kita sudah memulai dan langsung bergelut dengan usaha. Tidak perlu juga menunggu sampai punya percaya diri (Pede). Karena Pede pun terbentuk dengan terjun langsung di bisnis tadi.
Ada seorang sahabat sangat ingin membuka bisnis apotik. Sudah dengan perhitungan modal untung rugi yang matang, tanya kana-kiri pada ahli, dan sudah melihat-lihat lokasi, tapi ia tidak juga memulai. Itu ia lakukan setahun lalu. Sekarang, apa yang terjadi? Masih tidak ada perubahan. Karena ia tidak juga memulai usahanya dengan berbagai alasan. Excuse. Akibatnya, tempat-tempat yang ia incar dulu untuk lokasi apotik, sekarang sudah diisi oleh apotik orang lain. Orang yang berani bertindak.
Seperti orang yang ingin pergi ke Bandung, sahabat saya itu tak pernah sampai Bandung karena tidak ada langkah pertama. Ia sibuk berecana, mencari peta, belajar mendalami Kota Bandung. Selama ia tidak mulai melangkah, tentunya tak akan mungkin ia sampai ke kota tujuan.
Namun, bagi yang berani memulai perjalanan, meski tidak tahu jalan sama sekali, ia akan tetap sampai. Dalam perjalanannya, memang bisa saja ada berbagai kendala dan hambatan. Tapi dengan tetap konsisten berjalan dan jelasnya tujuan, ia pasti akan sampai. Bahkan ia bisa menemukan jalan pintas. Jadi, mulailah segalanya dari yang kecil, fokus dan tetap pada impian kita.
Motivasi Diri
Agar perjalanan kita bisa sampai ke tujuan yang kita impikan, ada beberapa tahapan yang sering digunakan sebagai dasar pemikiran dan kegiatan Komunitas Tangan di Atas (TDA):
Pertama, pray (berdoa). Sebelum memulai aktivitas apapun, menghadaplah pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kaya, Sang Maha Menentukan. Tundukan hati dan mintalah petunjuk-Nya, agar pilihan-pilihan yang kita ambil makin mendekatkan pada mimpi kita dengan jalan yang baik. Karena jalan Tuhan adalah jalan kebaikan.
Sering kali kita lupa. Kita menghadap Allah, hanya di saat susah atau “mentok” saja. Tidak salah memang, karena Allah pasti menerima kita dalam kondisi apapun. Namun, alangkah indahnya bila saat kita memulai perjalanan ditemani oleh Sang Maha Kasih, yang akan akan Menjaga dan Memberikan hasil terbaik untuk kita. Allah pasti tak akan membiarkan hamba-Nya yang sungguh-sungguh berikhtiar tanpa balasan berlimpah. Berdoalah, pasti akan Allah kabulkan.
Kedua, reason (alasan yang kuat). Miliki alasan yang kuat, mengapa kita harus berhasil dalam bisnis. Alasan yang bersifat personal. Bisa dengan menciptakan “surga” dan “neraka”. Maksudnya, surga: mencari alasan terkuat yang bisa membuat bahagia diri kita, ibu, bapak, saudara atau orang yang kita cintai.
Misalnya, kita ingin memberangkatkan orangtua kita beribadah haji. Bayangkan dan rasakan kebahagiaan wajah ibunda dan ayahanda yang bisa berangkat ke tanah suci berkat hasil kerja keras kita. Bayangkan rasa bangga mereka melihat keberhasilan bisnis kita, yang bisa mengantarkan mereka menunaikan kewajiban sebagai muslim itu.
Atau banyak alasan lainnya untuk menciptakan “surga”. Seperti yang keinginan menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang, seperti yang diinginkan Ria di atas. Bayangkan itu sudah terjadi, dan rasakan kebahagiaan karyawan kita ketika bekerja dan menerima penghasilan dari lapangan kerja ciptaan kita. Semua itu tentu akan menjadi alasan kuat yang akan mendorong kita untuk bekerja dengan segenap tenaga dan konsisten mencapai yang kita inginkan.
”Neraka”, yaitu dengan membuat alasan terkuat -yang juga bersifat personal-, yang bila kita tidak berhasil, maka diri kita sendiri atau orang yang kita cintai akan menderita.
Beberapa waktu lalu, ketika saya berkunjung ke rumah sakit, ada sebuah keluarga yang sedang berkumpul, merundingkan apakah ayah mereka yang sedang sakit berat akan tetap masuk ruang ICU dengan biaya mahal, atau dibawa pulang saja dengan resiko fatal, karena ketiadaan biaya.
Tentu kita tak ingin hal itu terjadi pada keluarga kita. Kita pasti ingin memberi perawatan terbaik untuk orang yang kita cintai. Keadaan sulit bagaikan neraka seperti itu, bisa menjadi alasan sangat kuat mengapa kita harus berhasil.
Jadi, cobalah mencari tahu: What is your self emosional burning desire to make you consistance in action? Apa landasan emosional diri Anda yang akan membangun keinginan untuk membuat Anda konsisten melakukan sesuatu. Dengan alasan yang bersifat personal dengan melibatkan emosi diri, kita akan lebih bersungguh-sungguh, ketimbang alasan yang bukan dari dalam diri.
Ketiga, belief (sikap mental). Keyakinan yang tertanam dalam diri kita, akan menentukan pola pikir dan membentuk karakter diri dalam merespons setiap hal yang terjadi.
Belief sudah tertanam dalam diri kita sedari kecil. Keyakinan yang keliru, yang bisa saja sudah melekat dalam diri kita, akan menghambat kemampuan kita yang sebenarnya luar biasa. Contoh, ada orangtua lebih bangga anaknya setelah lulus kuliah, mendapat pekerjaan di perusahaan besar. Atau menjadi pegawai negeri ketimbang menjadi wiraswasta.
Belief seperti ini, akan membuat pola pikir kita mengarahkan kita untuk mengesankan, bahwa wiraswasta bukan hal yang bisa menjadi jalan kesuksesan kita. Menjadi pengusaha, digambarkan bagai sesuatu yang sulit. Banyak resiko. Bidang itu hanya spesial untuk orang yang punya darah pengusaha. Dan berbagai keyakinan lain yang sebenarnya masih perlu dibuktikan kebenarannya.
Belief seperti ini bisa gantikan dengan keyakinan yang baru. Caranya, dengan membuka lagi wawasan kita dengan bergaul bersama orang sukses. Atau lakukan ATM (Amati, Tiru, lalu Modifikasi) jejak rekam kesuksesan para pengusaha. Nantinya, belief yang menghambat di atas, akan tergantikan dengan belief yang membangun.
Disamping itu, kita perlu mereset ulang keyakinan, dan kembali meyakini bahwa kita bisa sukses. Memang, ada kemungkinan kita untuk gagal. Tapi mengapa kita tidak berfokus pada kemungkinan kita akan berhasil?
Thought become thing. Apa yang Anda pikirkan akan menjadi kenyataan. Apa yang Anda yakini: Anda bisa atau Anda tidak bisa, adalah benar.

Memulai Usaha dengan Mimpi

Islahuddin

Suasana penuh keakraban terlihat pada acara launching Young Enterpreneurshiop Start Up (YES) Club Jakarta, Maret lalu di gedung Design Center Jakarta. Walau acara itu baru digelar di hari pertama, para peserta yang berjumlah sekitar 25 orang nampak akrab berinteraksi. Sesi terakhir yang banyak diisi tanya-jawab, pun menjadi ajang yang sangat meriah. Pada sesi itu, masing-masing peserta diberi waktu melontarkan usaha yang telah mereka rintis, dan cita-cita mereka sebelumnya.
Suasana seperti ini sangat disyukuri Direktur YES Club Jakarta, Himawan Adibowo. “Yes Club belum berumur satu hari, tapi rupanya sudah terbentuk kerja sama bisnis di dalamnya,” ujar Himawan sambil tersenyum.
Dari peserta yang sebagian besar merupakan mahasiswa itu, tak satupun mempunyai usaha berskala besar. Bisa dibilang rata-rata hanya bermodalkan nekat. Azuz Saputra misalnya, mahasiswa semester enam Jurusan Manajemen di School of Bussines and Management (STIEKPI), selain mau belajar, ia juga harus menjauhkan gengsi untuk memulai dan menggeluti usahanya.
Saat ini, bersama seorang rekannya, Azuz sukses menjadi distributor kentang goreng kemasan di areal kampusnya. Menurut Azuz, sudah bukan saatnya lagi masyarakat menilai suatu pekerjaan itu bergengsi atau tidak. Karena yang terpenting adalah bagaimana bisa terus berusaha dan menghasilkan uang sendiri.
Memang diakuinya, bahwa usaha yang ia jalani sejak tiga bulan lalu itu sangat kecil. Hanya bermodal awal 80 ribu rupiah yang ia belanjakan untuk membeli 40 bungkus kentang goreng kemasan, saat itu ia sanggup menjualnya habis dalam tempo empat hari. Kini, setiap bulan Azuz minimal mampu mengantongi laba 800 ribu rupiah.
Jumlah rupiahnya memang kecil, tapi bagi Azuz yang penting adalah bagaimana menumbuhkan keberanian untuk berusaha, dan memutus ketergantungan pada orangtua. Ia berharap, pengalaman menjadi distributor kecil-kecilan ini menjadi modal untuknya kelak menjalani bisnis yang lebih besar.
Tidak Memilih Rezeki
Dari cerita dan pengakuan yang dipaparkan para peserta Yes Club, terbukti bahwa modal nekat, tahan malu, dan berkhayal, telah banyak mengantarkan para pengusaha untuk memapak sukses dari nol.
Farry Iskandar juga membuktikannya. Sebelum menjadi pengusaha alat-alat petualangan yang dipasarkan secara online, Ferry bekerja sebagai karyawan di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Walau gaji tak besar, bekerja di LSM membuat Ferry nyaman mendapat penghasilan tetap.
Suatu ketika, Ferry memutuskan berhenti menjadi karyawan dan memilih membuka usaha sendiri. Keputusan itu tentu disayangkan banyak rekan dan kerabatnya. Apalagi di masa awal usaha, Ferry sering menggelar dagangan di emperan jalan sekitar kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta setiap Minggu pagi.
Belum lagi tekanan mental yang harus dirasakan Ferry akibat anggapan miring masyarakat yang menilai bekerja di kantor lebih terhormat daripada berdagang di emperan jalan. “Masa awal memulai usaha sangat menyedihkan. Banyak yang menganggap pekerjaan ini sebelah mata,” ujar Ferry.
Pada 2004, bermodal uang delapan juta rupiah di tangan, Ferry jalankan usaha dengan keyakinan bahwa itulah satu-satunya pilihan terbaik untuk meningkatkan penghasilan dirinya. Apalagi saat itu ia sudah ingin berumahtangga, yang ia sadari, kelak tentunya ia butuh penghasilan lebih tiap bulannya untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Tak keliru Ferry memilih jalan hidupnya. Saat ini terbukti ia bisa menikmati limpahan keuntungan hasil usaha dan buah strategi dirinya untuk terus berjuang dan tak memilih-milih rezeki. Meski banyak perusahaan besar yang bergerak di bidang yang sama, namun Ferry tak gentar. Karena mereka jarang melayani partai eceran, apalagi via online seperti yang ia lakukan.
Kini usahanya perlahan berkembang, tak kenal lelah ia terus berupaya membesarkannya lagi. ”Sampai sekarang, saya masih terus berjuang menggapai mimpi yang besar,” tandas Farry.
Usaha Tiada Henti
Kisah serupa namun tidak sama juga dialami Edi Kurniawan, mantan karyawan sebuah perusahaan otomotif di wilayah Tangerang. Suatu ketika, komunitas Tangan di Atas (TDA) menggelar kegiatan magang yang disebut TDA Apprentice.
Walau kegiatan magang berskala tiga bulan itu tidak memberinya gaji ataupun uang transport, namun berkat keinginan untuk belajar dan menggali ilmu menjadi pengusaha, Edi berani memutuskan untuk meninggalkan kemapanan hidup sebagai karyawan.
Saat itu peserta magang berjumlah sepuluh orang, yang ditempatkan di stan milik Haji Alay di kawasan grosir Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun hanya dua orang yang sanggup mengikutinya sampai akhir, salah satunya adalah Edi. Selama magang, Edi memperhatikan adanya celah menjanjikan dari prospek bisnis online. Maka selepas magang, ia memilih usaha jual beli pakaian bayi usia tiga tahuan ke bawah secara online. Dan pengetahuan tentang dunia garmen yang ia dapat selama magang, sangat membantu perkembangan usahanya.
Edi memiliki alasan kuat mengapa ia bersikeras beralih profesi menjadi pengusaha. Karena ia sangat yakin, bahwa dunia usaha tak ada matinya, selama orang mau berusaha. Keyakinan itu semakin besar ketika Haji Alay, yang merupakan saudagar sukses di Tanah Abang, memotivasinya. Haji Alay sering menekankan, bahwa uang berserakan di mana-mana, dan terus berputar selama 24 jam. Dengan sepuluh tangan sekalipun, kita tak akan sanggup memunguti semua serakan itu, kecuali kita mengetahui caranya.
Jerih payah yang dimulai sejak dua tahun itu kini telah menuangkan hasil. Selain bergerak di bisnis online, Edi juga telah mempunyai dua buah toko di Gedung Jakarta City Center (JaCC). Omset rata-rata perbulan yang ia dapat bisa mencapai 100 juta rupiah, dengan 70-80% berasal dari penjualan online.
Menurut Edi, dua tahun bukanlah waktu yang lama. Namun selama itulah kemampuan seseorang untuk bertahan dalam berusaha ditentukan. Salah perhitungan memang sempat dirasakan Edi, namun itu ia jadikan sebagai ilmu yang tak ternilai, yang ia jaga agar tidak kembali terulang di masa mendatang.
Belajar dari Mimpi
Sementara itu, Atik Wahyu Naryati pengusaha budidaya jamur, kini telah menuai hasil jerih payahnya. Atik yang memulai usaha di akhir 2005 lalu, pada pertengahan 2006 saja sudah menuai hasil yang cukup signifikan, dan usahanya berkembang kian stabil. Bermodal awal hanya enam juta rupiah di tangan, kini setiap bulan Atik menuai sekitar 5-10 juta rupiah keuntungan.
Di bawah bendera CV Fanindo Multi Farm, berbagai jenis jamur kini ia budidayakan. Agar bisa diedarkan ke berbagai tempat dengan mudah, ia kemas bahan dagangannya dalam bentuk jamur kering. Karena keberhasilannya itu, banyak orang dari berbagai daerah datang kepadanya untuk belajar. Dengan tangan terbuka Atik menerimanya.
Kisah sukses juga ditorehkan Masbukhin and Nuni. Pasangan harmonis lulusan Universitas Brawijaya Malang ini, memulai bisnis telepon seluler sejak 2003 lalu. Mereka berdua mendobrak kemapanan tradisi para sarjana yang biasanya lebih memilih berpakaian necis dan menjadi karyawan kantoran.
Masbukhin and Nuni kini sukses memiliki beberapa outlet grosir di Pulogadung Trade Center dan tempat-tempat lain di Jakarta. Seluruhnya tergabung di bawah payung PT Prima Prada Cellular (PCC) yang mereka dirikan.
Bermodal mimpi ingin menjadi sukses, awalnya mungkin banyak dicemooh orang sekitar. Namun jika ingin menjadi pengusaha sukses, modal nekat merupakan salah satu hal yang harus dimiliki.
Hal ini sangat tegas diakui pengusaha sukses Martha Tilaar. Jatuh bangun usaha yang dilakukan ikon kecantikan Indonesia sejak awal dekade 70-an itu, kini terlihat hasilnya. Usahanya terus menggurita. “Jika ingin menjadi pengusaha, kita harus berani untuk nekat, dan menggantungkan mimpi setinggi langit,” tegas Martha.

 

Mewujudkan Pikiran Gila



Mewujudkan Pikiran Gila

RHR Dodi Sarjana
Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru
STEREOTIP. Istilah ini tentu tak asing lagi di telinga kita. Kepercayaan bahwa seluruh anggota kelompok tertentu memiliki sejumlah karakteristik yang sama, dianggap sebangun dan homogen, sudah sejak lampau diyakini banyak orang.
Di kalangan orang asing misalnya, dalam kajian psiko-sosial ada semacam konsensus bahwa orang Jerman pandai di bidang teknik, sementara orang Irlandia agak tumpul pemikirannya, dan semua wanitanya emosional. Orang Perancis sangat romatis, sedang orang Negro kurang bertangungjawab. Itulah contoh stereotip.
Siapapun dan apapun yang keluar dari stereotip, dianggap aneh dan nyleneh. Ia menjadi tidak umum dan cenderung dihindari banyak orang. Dari sinilah, awal manusia terjebak dalam prasangka-prasangka buruk terhadap apa saja.
Dalam perspektif social cognition, pakar psikologi sosial Russell Spears menyebutkan, manusia berhadapan dengan realitas sosial yang kompleks, sehingga memiliki kecenderungan membagi sesuatu dalam kategorisasi atau kelompok untuk menyederhanakan persoalan.
Stereotip mendorong manusia menjadi pelit dan malas berpikir, sehingga beresiko banyak menuai kesalahan dalam penyimpulan. Namun stereotip tetap dipakai karena menghemat energi. Sungguh ini pendapat yang menyesatkan.
Dalam bisnis, kecenderungan stereotipisasi juga membudaya. Orang maunya sesuai pakem saja. Asumsi-asumsi menggiring pebisnis pada pemahaman bahwa informasi, kegiatan bisnis yang stereotip selama ini, dianggap lebih cepat diproses dan direspon pasar. Benarkah demikian?
Kita semua pasti mengenal baik nama Tirto Utomo dengan bisnis Aqua-nya atau Sosro dengan teh botolnya. Bisnis mereka, pada awalnya diangap bisnis gila karena menyimpang dari stereotip. Di luar kebiasaan, mereka membisniskan barang yang umum, tapi tak umum. Tapi siapa sangka, air yang melimpah ruah di alam semesta menjadi “semahal” emas. Teh yang biasanya diminum tak lama setelah diseduh, menjadi nikmat disimpan berlama-lama di botol.
Konon, perilaku Tirto dan Sosro pernah dianggap lelucon bisnis yang absurd. Namun kini, orang berduyun-duyun mengikutinya. Dan ketika orang mengalami euphoria, barangkali kedua orang perintis itu sudah lari lagi dengan konsep gilanya yang lain.
Contoh ide gila yang lain adalah larutan penyegar Cap Kaki Tiga. Produk yang berisi semacam air ini juga terbilang absurd. Tapi lihatlah “khasiatnya”, ia mampu mengusir panas dalam. Buntutnya, kemasan air itu juga laris bak kacang goreng.
Psikolog dunia Sigmund Freud dengan teori psikoanalisanya mengemukakan, dalam diri setiap manusia sebenarnya terdapat syaraf-syaraf impulsif yang mendorong manusia untuk berbuat dan beraktivitas. Dorongan kuat syaraf ini bisa membuat manusia ‘gila’ dan mewujudkan aktivitasnya dengan amat sangat inovatif plus kreatif.
Selama ini perjalanan waktu telah membuktikan bahwa bisnis “orgil” (baca: orang-orang dengan ide gila) tahan segala cuaca. Tak tergerus krisis, pasar bebas dan reaganisme. Ia tak takut apapun, karena punya banyak amunisi inovasi untuk ditembakkan menjawab perubahan zaman.
Menyiasati perubahan tren kehidupan dan tren bisnis, tak cukup hanya dengan pakem yang ada. Atau hanya mengandalkan jalinan stereotipisasi yang sudah mapan. Perlu menggali sesuatu yang lain, yang selama ini luput dari perhatian orang. Apa kira-kira itu? Berpikirlah “gila” supaya ide gila seperti milik Tirto, Sosro dan Kaki Tiga bisa lahir.
Menciptakan sesuatu yang berbeda dan baru, selalu mampu membuat orang terhenyak untuk melirik dan mencoba produk kita, ketimbang melakukan “penyeragaman” dengan maksud mengekor sukses produk yang suda ada.